Selasa, 10 Juni 2014

Catatan Lapangan - Gerobak Rina Rini (Tugas Kuliah Metodologi Penelitian)



GEROBAK RINA RINI
Tanggal    : 13 April 2013
Waktu      : 16.40-17.00
Tempat     : Bintaro, Jakarta Selatan

Catatan Deskriptif
            Terlihat sebuah gerobak yang sedang ditarik oleh seorang laki-laki memakai kemeja berwarna abu-abu kusam di sepanjang jalan Bintaro Sektor 7, Jakarta Selatan. Hari itu, Sabtu sore dimana suasana di jalan raya tersebut ramai, banyak mobil-mobil mewah melintas, motor-motor yang tidak kalah banyaknya pun ikut melintas. Tetapi laki-laki itu tetap menarik gerobak yang besarnya ± ½ m x 1 m yang terdapat dua orang anak perempuan kembar yang sedang duduk di dalamnya. Anak perempuan kembar itu memakai baju yang bercorak sama dan terlihat kusam serta kotor. Rambutnya sebahu, berat badannya kira-kira 40kg hampir ideal dengan tinggi badannya.
Di sepanjang jalan tersebut terdapat banyak toko-toko, rumah makan, dan tempat perbelanjaan. Dipinggir jalan, laki-laki itu menarik gerobaknya sambil melihat ke kanan ke kiri untuk menemukan barang-barang bekas. Seperti kardus, botol-botol bekas dan plastik-plastik yang sudah tidak terpakai. Sekitar 3-4 km bapak itu menarik gerobaknya untuk mencari barang bekas, anak kembarnya hanya duduk saja didalam gerobak.
Catatan Reflektif
Si Bapak yang terbilang sudah berumur lanjut dan terlihat sangat lelah terus mencari barang-barang bekas dan anak kembarnya yang hanya menemani bapaknya di tengah hiruk pikuknya jakarta padahal disitu merupakan kawasan daerah elit.


SEMBILAN ANAK KEBAHAGIAANKU
Tanggal : 14 April 2013
Waktu : 16.45-18.00
Tempat : Bintaro Sektor 7, Jakarta Selatan
Catatan Deskriptif
Warta, kelahiran tahun 1957 berasal dari Indramayu, tidak berpendidikan yang telah tinggal di Jakarta setelah menikah 30 tahun yang lalu. Ke Jakarta mencari penghidupan yang lebih baik untuk menghidupi keluarganya. Hidup di Jakarta sebagai pemulung mencari barang-barang bekas. Untuk mencari barang-barang bekas Pak Warta berangkat dari rumah jam 08.00 pagi dan pulang jam 08.00 malam. Tinggal di kampung sebagai seorang Petani yang penghasilannya tidak menentu karena hanya bekerja pada waktu-waktu tertentu, yaitu hanya pada musim tanam. Setelah menanam tidak memiliki kegiatan, kemudian bekerja kembali pada saat musim panen. Pak Warta memiliki sembilan orang anak yang semuanya dilahirkan di Indramayu. Memilih melahirkan di dukun karena biaya yang dikeluarkan terbilang lebih murah dibandingkan di Jakarta tepatnya di rumah sakit, begitu katanya.
Anak yang pertama bernama Arnensi berumur ± 31 tahun yang sekarang tinggal di Indramayu dan sudah berkeluarga. Arnensi sudah memiliki tiga anak yang juga tinggal bersamanya.
Lalu anak kedua, Darto yang berumur 30 tahun. Darto belum menikah tetapi akan menikah sehabis Hari Raya Idul Fitri nanti. Darto ini sudah dilangkahi oleh tiga adiknya untuk menikah.
Anak ketiga, Penci Andriani. Yang berumur 29 tahun juga sudah menikah dan juga tinggal di kampung, di Indramayu.
Anak keempat, Yesi Topiawati. Dengan logat medok Pak Warta menceritakan kalau anak keempatnya ini juga sudah menikah dan sudah memiliki satu anak. Yesi juga tinggal di Indramayu.
Titin Supriatin, anak kelima Pak Warta. Begitu pun juga sudah menikah dan memiliki satu anak dan juga tinggal di Indramayu.
Anak keenam, ketujuh, kedelapan dan kesembilan tinggal bersama Pak Warta dan istrinya, Bu Sani. Dwi Anggraini yang berumur 17 tahun hanya bersekolah sampai kelas 3 SD. Karena tidak memiliki biaya yang cukup maka Dwi tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Sekolah sampai kelas 3 SD sudah bisa membuatnya untuk membaca, menulis dan berhitung meski dalam keterbatasan. Selanjutnya, si kembar Rina dan Rini. Si Kembar yang berumur 12 tahun adalah anak ketujuh dan kedelapan Pak Warta dan Bu Sani. Bertinggi badan ± 160 cm dan berat badan 40 kg dengan rambut sebahu dan kulit yang terbilang gelap. Si Kembar Rina Rini ini juga sudah tidak bersekolah. Putus sekolah pada kelas 4 SD yang beralasan karena tidak memiliki biaya yang cukup untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Pak Warta mengatakan bahwa meski biaya sekolah sudah gratis tapi pada saat masuk sudah mengeluarkan biaya sebesar satu juta rupiah, kemudian pembiayaan untuk buku-buku sekolah dan keperluan sekolah lainnya. Beda dengan Dwi, Rina dan Rini dalam hal membaca tidak begitu lancar entah kenapa Pak Warta sendiri tidak mengetahuinya.
Lalu anak terakhir, Della Safitri berumur enam tahun. Della memiliki badan yang kurus, karna dia jarang makan, sehingga della menjadi gampang terserang penyakit. Sama seperti kakak-kakaknya Della pun tidak sekolah karna Pak Warta dan Bu Sani tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan Della.
            Dari anak pertama sampai anak kelima hanya beda satu tahun tetapi jarak dari anak kelima ke anak keenam terlampau jauh perbedaannya. Pak Warta menuturkan bahwasanya Bu Sani sudah mengikuti program KB tetapi namanya rezeki dari Allah tidak dapat ditolak, katanya.
            Ada hal yang selalu Pak Warta ingat tiap harinya “susah senang bersama keluarga, tidak ada itu yang namanya lelah karena semua demi anak”. Hal itu menjadi acuan untuk Pak Warta menjalani kehidupan.
Catatan Reflektif
            Sosok Pak Warta yang memang sangat gigih untuk mencari barang-barang bekas demi menghidupi keluarga dan mencari sesuap nasi karena tinggal di Jakarta. Wajah yang terlihat peluh keringat yang menetes di pipinya, topi yang dipakai untuk sesekali mengipas-ngipas keringatnya.

RUMAHKU
Tanggal : 16 April 2013
Waktu : 17.00 – 18.00
Tempat : Pasar Jengkol
Catatan Deskriptif
Lokasi pemukiman ini berada di daerah Pasar Jengkol Pondok Aren, Jakarta Selatan. Pemukiman pengepul ini dibatasi oleh seng-seng yang sudah berkarat, terlihat dari pagar depan yang terbuat dari seng. Pemukiman pengepul ini terletak sangat dekat dengan empang yang sebagian besar merupakan genangan air yang berwarna hitam yang berisi banyak sampah dan tanaman air yaitu eceng gondok. Tempat tinggal para pengepul ini berada sangat dekat dengan empang tersebut.
Pak Warta, menempati salah satu kontrakan yang yang ada di pemukiman pengepul tersebut. Kontrakan itu berukuran 3m x 4m. Berdinding teriplek dan kayu bekas, beralaskan tanah yang dilapisi dengan banner bekas serta atapnya yang terbuat dari genteng seadanya yang dilapisi plastik-plastik bekas yang berfungsi untuk menadah air ketika hujan turun. Di dalam kontrakan dibagi menjadi dua bagian yang disekat dengan teriplek bekas. Ruangan pertama yang disekat ukurannya lebih besar karena di ruangan inilah keluarga Pak Warta melakukan sebagian aktivitasnya. Seperti istirahat, menonton tv, masak dan tidur. Terdapat kasur yang sudah kusam dan tumpukan pakaian, televisi berukuran 14 inchi, kompor gas, dan lemari makanan yang terbuat dari kayu yang mulai rapuh. Sebagian besar barang-barang yang ada di kontrakan tersebut didapat dari mengkredit barang yang mereka cicil dengan harga dua ribu rupiah perhari. Ada juga barang-barang hasil pemberian keluarga-keluarga mampu yang tinggal di komplek perumahan Bintaro. Terdapat pula makanan seperti beras, mie instan, kopi, gula, teh yang diberikan oleh mahasiswa yang kampusnya terletak tidak jauh dari pemukiman mereka. Ruangan kedua yang berukuran lebih kecil, digunakan sebagai tempat untuk menaruh barang-barang bekas hasil memulung.
Catatan Reflektif
Rumah yang jauh dari rasa nyaman untuk ditinggali menjadi tempat kebahagiaan mereka. Dengan barang-barang yang seadanya dan sebagian barang-barangnya yang sudah tidak layak pakai mereka tetap gunakan. Berkumpul bersama keluarga menjadi hal yang indah untuk keluarga ini. Keakraban serta harmonis juga ada didalamnya

TERNYATA ADA BOS PENGEPUL
Tanggal : 16 April 2013
Waktu : 18.10 – 19.00
Tempat : Pasar Jengkol
Catatan Deskriptif
Selati (40 tahun) berasal dari Madura, lalu merantau ke Jakarta mendirikan usaha komunitas pengepul karena kakak-kakak Bu Selati yang terlebih dahulu sudah sukses menjalankan usaha tersebut. Ibu bos, begitu panggilannya, juga tinggal bersama keluarganya di pemukiman ini. Ibu Selati memiliki empat orang anak dan juga adik-adiknya yang tinggal bersama di pemukiman ini. Terdapat 40 kepala penghuni yang tinggal di pemukiman ini. Empat puluh penghuni tersebut terdiri dari orang-orang yang sudah berkeluarga dan masih membujang. Sebagian penghuni kawasan pengepul itu berasal dari daerah Indramayu dan Madura. Memiliki empat orang anak, anak keempatnya berumur enam tahun.
Di pemukiman ini terdapat beberapa kontrakan yang sebagian besar hanya berukuran 3m x 4m. Terdapat salah satu rumah yang ukurannya lebih besar, rumah besar itulah yang ditinggali oleh Ibu bos dan keluarganya. Di setiap kontrakan tidak terdapat kamar mandi, di pinggir empang ada mck umum yang didirikan dari bantuan orang-orang sekitar. Dahulu, sebelum ada kamar mandi umum, para penghuni mandi, mencuci baju dan mencuci piring semuanya dilakukan di empang yang letaknya sangat dekat dengan pemukiman tersebut. Air yang berwarna hitam pekat dan tercampur oleh sampah, jadi setelah mandi di empang biasanya masyarakatnya langsung mengalami gatal-gatal pada kulitnya.  
Sekitar ± 20 tahun Selati mendirikan komunitas pengepul. Lima tahun di daerah Ceger, sepuluh tahun di daerah Sarmili. Dan sekarang di daerah Pasar Jengkol Jakarta Selatan sudah hampir lima tahun mendirikan tempat pengepul ini. Sudah sekitar tiga kali ibu Selati berpindah-pindah untuk mencari tempat yang bisa digunakan sebagai tempat usahanya atau mendirikan tempat pengepul. Biasanya Ibu Selati menyewa tanah kosong milik warga, lalu Ibu Selati bersama orang-orang yang mengikutinya sejak lama seperti Pak Warta bekerja sama mendirikan kontrakan-kontrakan untuk mereka tinggali. Para keluarga yang mengontrak atau ikut dengan Ibu Selati merasa sangat nyaman, dikarenakan para keluarga yang mengontrak tidak di bebankan biaya untuk menyewa kontakan dan membayar listrik, setiap setengah bulan sekali para keluarga tersebut juga di beri uang makan sebasar dua ratus ribu rupiah dan dibayarnya dengan barang-barang bekas. Barang-barang bekas yang dikumpulkan oleh para pengepul saperti Pak Warta biasanya di timbang lalu dibayar oleh ibu bos setiap setengah bulan sekali.
Catatan Reflektif
            Ibu Selati bersikap ramah terhadap orang-orang yang bekerja dengannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar